Boeing dilaporkan mencatat kerugian lebih kecil pada kuartal I 2024 dibandingkan periode sama tahun lalu. Namun, masalah yang dihadapi Perseroan setelah insiden Alaska Air menyebabkan keluarkan biaya pemulihan sekitar USD 443 juta atau sekitar Rp 7,18 triliun (asumsi kurs dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 16.221) sebagai kompensasi terhadap pelanggannya.
Dikutip dari CNN, Kamis (25/4/2024), Boeing mencatat rugi operasional sebesar USD 388 juta atau sekitar Rp 6,29 triliun atau USD 1,13 per saham. Sebelumnya pada periode tahun lalu alami rugi USD 440 juta. Angka itu jauh lebih rendah dari prediksi analis sebesar USD 1,63 per saham pada kuartal itu.
Namun, peningkatan datang dari luar unit pesawat komersial. Kerugian operasional naik hampir dua kali lipat menjadi USD 1,1 miliar.
Pendapatan anjlok USD 1,4 miliar atau turun 8 persen menjadi USD 16,6 miliar. Hal ini karena masalah yang terjadi akibatkan penurunan tajam dalam pengiriman pesawat ke pelanggan Boeing. Perseroan memperoleh sebagian besar penghasilannya dari penjualan pesawat komersial usai pengiriman ke pelanggan.
Hasil kinerja keuangan yang sedikit lebih baik dari perkiraan dinilai tidak sebanding dengan Perseroan yang berjuang dengan pertanyaan dari Kongres, regulator dan masyarakat mengenai kualitas dan keamanan pesawatnya.
Perseroan tidak hanya berusaha perbaiki reputasinya yang rusak, tetapi juga memuaskan pelanggan maskapai yang dirugikan karena tidak menerima pesawat yang dijanjikan.
Boeing akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk perbaiki masalah kualitas. Namun, perbaikan itu akan terus menyebabkan kerugian tambahan dan melesetnya target pengiriman dalam beberapa bulan mendatang.
Boeing menuturkan akan memproduksi lebih sedikit pesawat 737 Max dari rencana semula untuk sisa tahun ini. Hal itu sebagai upaya memperbaiki masalah pada jalur perakitannya. Perseroan menyatakan, produksi 787 Dreamliner juga akan dibatasi karena masalah pemasok.
“Kami akan meluangkan waktu yang diperlukan untuk memperkuat kualitas sistem manajemen dan keselamatan kami dan pekerjaan ini akan posisikan kami untuk masa depan yang lebih kuat dan stabil,” ujar CEO Dave Calhoun.